Senin, 25 Januari 2010

Super Big Match

Pada suatu siang yang cerah di akhir pekan, setelah saya menunaikan kewajiban saya sebagai seorang pelajar, saya bergegas pulang ke rumah untuk mempersiapkan segala kelengkapan plus tetek bengeknya untuk pergi menuntut ilmu di salah satu pusat bimbingan belajar terkemuka di kota saya.

Sesampainya di rumah, waktu itu jam di rumah saya menunjukkan angka 3, dan hari sudah agak sore, sehingga waktu tersebut bisa saya katakan pukul 3 sore. Whatever. Sementara waktu itu jam masuk bimbingan belajar adalah juga pukul 3 sore (sekarang pukul setengah lima sore). Karena letak pusat bimbingan belajar ke rumah saya cukup dekat (hanya sekitar 0,12427 mil), saya santai saja. Lagipula bagi saya, terlambat bimbel 30-45 menit adalah hal biasa. Karena pola pikir saya soal bimbel pada umumnya adalah "masih mending mau dateng. Bolos aja ga ada yang ngelarang. Yang penting kan udah bayar". Annoying, eh?

Waktu terlambat yang saya pakai di rumah itu saya manfaatkan untuk makn siang dan santai sejenak. Saya mengambil seporsi makan siang dan segelas besar air putih dingin, lalu saya bawa ke depan televisi di depan kamar saya. Sebelum saya mulai menyantap makan siang saya, saya menyalakan televisi lalu megambil remote control untuk mencari program televisi yang mungkin ada yang saya sukai.

Setelah beberapa pijitan kecil pada remote mungil nan canggih itu, televisi mempertontonkan sebuah tayangan yang cukup menarik perhatian saya waktu itu. Sebuah pertandingan sepak bola.

Bagi Anda yang gemar menyaksikan pertandingan sepak bola liga-liga populer dunia, tentunya paham benar bahwa pada umumnya liga-liga yang populer adalah liga-liga sepak bola dari benua biru. Dan tentunya Anda, para penggemar sepak bola, juga pasti tahu kalau biasanya pertandingan sepak bola ditayangkan secara live, sehingga waktu penayangannya di Indonesia berbeda beberapa jam, mengakibatkan pertandingan sepak bola ditayangkan pada tengah malam hingga pagi dini hari, sekitar pukul 23:00 hingga pukul 02:45.

Karena saya baru mempelajari materi silogisme pada mata pelajaran Bahasa dan sastra Indonesia, maka izinkanlah saya untuk menulis sebuah silogisme.

Premis umum: Semua pertandingan sepak bola liga Eropa ditayangkan pada tengah malam hingga pagi dini hari.
Premis Khusus: Pertandingan sepak bola yang saya tonton tidak ditayangkan pada tengah malam hingga pagi dini hari.
Kesimpulan: Pertandingan sepak bola yang saya tonton bukan pertandingan sepak bola liga Eropa.
Entimen: Pertandingan sepak bola yang saya tonton bukan pertandingan sepak bola liga Eropa karena tidak ditayangkan pada tengah malam hingga pagi dini hari.

Uh huh. That's right, buddy!
Yang saya tonton bukan pertandingan liga Eropa. Guess what? Liga Indonesia!

Jujur saja saya kurang paham tentang sepak bola, termasuk sepak bola lokal. Di atas hanya saya sebutkan "Liga Indonesia" saja karena saya kurang tahu apa nama ajang atau divisi pertandingan sepak bola yang saya tonton waktu itu.

Well,saya menonton pertandingan itu tepat pada waktunya. Pada saat host dan komentator sedang membahas kondisi kedua klub dan memprediksi jalannya pertandingan. Saya yang pada saat itu cukup antusias, memperhatikan dengan saksama beberapa pria dandy berjas hitam yang sedang berbicara dalam televisi.

Mulanya semua terlihat normal-normal saja.Tidak ada yang aneh. Hingga pada akhirnya host dandy itu mengatakan sesuatu yang tidak saya duga sebelumnya, sesuatu yang kurang pantas dikatakan kepada pemirsa seluruh Indonesia.

"Baik pemirsa, inilah partai super big match antara tim X dan tim Y"
ket:
Tim X adalah tim kacangan
Tim Y adalah (juga) tim kacangan

"What The???"

Kalimat itulah yang ada di pikiran saya saat saya mendengar kalimat perkataan host tersebut. Betapa tidak, pertandingan antar dua klub kacangan disebut super big match! It pisses me off, mate!

Dan satu hal yang membuat saya terus bertanya-tanya, bahkan sampai posting ini diturunkan, adalah kenapa host pertandingan sepak bola lokal melakukan hal demikian? Why? Give me the reason, why?
Apa sebenarnya tujuan dibalik hal ini, dan apa kira-kira keuntungan yang bisa diperoleh dari melakukan hal-hal yang demikian? Saya rasa masyarakat juga tidak akan dengan mudah tergoda dengan embel-embel "super big match" di setiap laga sepak bola lokal. Juga dengan melakukan hal ini tidak akan mengubah kualitas permainan tim-tim lokal, atau mengurangi kerusuhan supporter tim. Well, pada dasarnya menyebut semua pertandingan "Super Big Match", "Ultra Big Match" atau bahkan "Ultra Hyper Super Duper Extra Big Match" pun tidak akan dapat mengubah fakta bahwa sepak bola di negara kita masih Small, alias jauh dari kualitas prima.

Wow, inilah Indonesia saya. Hampir semua pertandingan disebut super big match. Who versus who? Doesn't matter. That's one of many things that makes my beloved country unique and funny.

Boom Boom Pow!

Rabu, 20 Januari 2010

Sympathy for Indonesian Pedestrians

Kala berkendara dengan Pinkslip, skutermatik kesayangan saya, saya sering melihat banyak sekali orang makan di jalan raya. Namun makan di sini bukannya makan secara denotasi seperti makan bakso, makan nasi goreng, makan mie ayam, dsb. melainkan "makan" hak orang lain, yaitu para pejalan kaki.

"Pemakan" hak orang disini tidak lain dan tidak bukan adalah para pengendara sepeda motor yang kerap kali menggunakan trotoar yang seharusnya digunakan para pejalan kaki. Bahkan tak jarang angkutan kota a.k.a. angkot pun--yang well.. you know lah.. cukup GEDE-- turut "makan" trotoar! Damn!

Kemarin pagi, dan hari-hari sebelumnya, hati saya bergetar hebat ketika menyaksikan Siswa-siswi SD dan SMP serta beberapa pejalan kaki yang terpaksa harus minggir dari trotoar yang seharusnya menjadi hak mereka dan merapatkan dirinya ke dekat selokan pinggir jalan lantaran para pengendara sepeda motor yang berhamburan membanjiri trotoar untuk menghindari antrean kemacetan parah di jalan raya dekat sekolah saya.

Ingin rasanya saya berteriak kepada mereka "WOI! JANGAN MAKAN HAK ORANG, BANG**T!!", namun apa daya, hal tersebut tidak mungkin saya lakukan (kecuali kalau saya ingin memperparah kemacetan karena keributan dengan pengguna jalan lain), dan pada akhirnya saya hanya melihat mereka dan turut bersimpati serta berteriak-teriak dalam hati. Sungguh pemandangan yang sangat mengiris hati. I guarantee that you won't like to see it. Trust me.

Bukan sebuah fenomena hebat yang patut disorot media masyarakat luas memang, namun bagi saya ini merupakan krisis etika yang sedang berlangsung dan marak di masyarakat.

Pemerintah yang sebelumnya sempat berwacana akan menggalakkan pedestrianisasi, atau pembudayaan berjalan kaki, saya rasa akan sangat sulit mewujudkan wacana tersebut karena tenggang rasa yang sangat minim dari para pengguna jalan yang acapkali menggunakan trotoar.

Sejak menyaksikan banyak kejadian seperti itu, saya berkomitmen pada diri saya untuk tidak "makan" trotoar (kecuali kalau berangkat terlambat atau kalau tidak ada pejalan kaki disana). Tentunya kalau sudah sangat kepepet.Hhehe,

Okay then, see you at another post!

Sabtu, 16 Januari 2010

Survival is Awesome

Saat pertama kali mendengar kata "survival", hal yang terlintas dalam benak saya adalah suatu kondisi dimana seorang anak manusia berada di tengah alam bebas nan ganas yang siap merenggut nyawanya cepat atau lambat, dan ia harus melakukan apa saja untuk bertahan hidup. Dan atau kata yang paling pas untuk melukiskan hal ini di benak saya: keren.

Hingga pada suatu hari di negeri teletubbies -sekolah saya tercinta- saya menemukan sebuah buku tentang teknik bertahan hidup, dengan judul "Survival, Teknik Bertahan Hidup di Alam Bebas" di perpustakaan sekolah saya tercinta. Saya langsung meminjam buku itu. Ternyata buku itu menjawab cukup banyak pertanyaan dan rasa ingin tahu saya seputar survival. Mulai dari air yang layak diminum dan hewan serta tumbuhan yang dapat dimakan beserta cara mendapatkannya, cara membuat shelter, perangkap dan obat-obatan alam, serta hal-hal lain seputar teknik bertahan hidup. Wow.

Setelah membaca buku tersebut hasrat saya untuk mencoba bertahan hidup di alam bebas semakin menggelora, hingga saat ini. Konyol memang, dan saya sendiri menyadari hal itu. Namun bagi saya itu tidak masalah. Manusia memiliki keinginan yang aneh, tidak menjadikannya tidak manusiawi, bukan?

Ah, yes. Sebuah contoh survival.

Seorang korban selamat dari kecelakaan kapal laut yang hidup terombang-ambing di atas sebuah papan kayu selama beberapa beberapa bulan, dan sebagai seorang manusia, tentunya ia memiliki naluri untuk mempertahankan hidupnya. To stay alive. Dan kita tentunya tahu bahwa tidak ada yang bisa dilakukan di tengah-tengah laut dengan kondisi demikian. Bahkan meminum air laut pun bukan ide yang bagus untuk bertahan hidup, karena meminumnya dapat menyebabkan kehausan yang lebih parah. Ia terperangkap dalam sebuah kondisi yang sulit. Amat sulit. Anda tahu apa yang dilakukan orang tersebut? Ia bertahan hidup dengan memakan bajunya sendiri! Sungguh tak terbayangkan oleh saya, sebuah usaha manusia untuk mempertahankan hidupnya bisa begitu mengagumkan. Sebagai tambahan, untuk air minum ia mengandalkan air hujan, yang secara umum masih layak untuk diminum. Dan untuk hal ini, saya membayangkan survivor itu menengadahkan tangannya ke langit layaknya orang berdoa untuk menampung air, atau bahkan mangap-mangap menghadap langit untuk langsung meminum air hujan. Tawa geli dan takjub berpadu jadi satu saat saya mengetahui hal tersebut. Tawa karena membayangkan seseorang memakan baju dan mangap-mangap untuk meminum air hujan dengan noraknya, dan takjub karena potensi seorang manusia benar-benar dimaksimalkan dalam kondisi sesulit itu.

Pada kesempatan kali ini, izinkan saya mengutip satu kutipan yang benar-benar saya ingat dan sukai:

"Life is a game, so fight to survive and find out if you're worth it" (Teacher Kitano, Battle Royale)


Untuk saat ini saya rasa cukup sampai disini saja. Sampai jumpa di posting berikutnya, tentunya tetap di blog ga penting yang sama, Catatan Anak Jombang.

I'll be back.